Pages

Rabu, 31 Maret 2010

Nahdlotul Ulama(NU)


NU atau Nahdlotul Ulama,tentunya teman-teman tak asing lagi dengan kata nama tersebut....
apakah teman-teman tau bagaimana asal sejarah NU begini:

ppiindia

* Thread right arrow
* Date right arrow
* Find

[ppiindia] Asal Mula NU

RG Nur Rahmat
Sun, 05 Dec 2004 21:05:13 -0800


Didirikannya NU untuk Apa



Untuk apa dan kenapa NU didirikan? Masalah ini sering jadi bahan pertanyaan
bagi orang-orang, lebih-lebih ketika ada masalah-masalah yang janggal ataupun
mencengangkan bagi masyarakat, sedang masalah itu timbul atau dilakukan oleh
orang-orang NU. Bahkan di kalangan NU, hatta pemimpinnya ataupun elitnya pun
perlu mencurahkan tenaga dan fikiran secara tersendiri untuk menjawab ataupun
menangkis pandangan orang tentang untuk apa sebenarnya NU didirikan.
Sebagaimana Abdurrahman Wahid telah berupaya menulis artikel untuk menangkis
sebisa-bisanya tentang pandagan para sejarawan tentang berdirinya NU.

Oleh karena itu, setelah dikemukakan upaya Gus Dur/ Abdurrahman Wahid dalam
menangkis pandangan para sejarawan, maka kini pada gilirannya ditampilkan
penuturan para sejarawan mengenai kenapa NU didirikan.

Karel A. Steenbrink menulis seputar berdirinya NU sebagai berikut:

Ketika di Surabaya didirikan panitia yang berhubungan dengan penghapusan
khalifah di Turki[1] Kyai Haji Abdul Wahab Hasbullah (yang nantinya mendirikan
NU, pen) juga menjadi anggota bersama Mas Mansur (tokoh yang masuk
persyarikatan Muhammadiyah sejak 1922, pen). Beberapa rencana panitia ini untuk
menghadiri muktamar dunia Islam[2] tertunda, karena terjadi peperangan Wahabi
di Saudi Arabia.

Beberapa waktu kemudian muktamar tersebut terlaksana meski dalam bentuk yang
berbeda. Pada saat itu Kyai Haji Abdul Wahab Hasbulah mengundurkan diri dari
kepanitiaan. Pengunduran diri itu disebabkan dia tidak jadi dikirim sebagai
utusn karena pengetahuan bahasa yang kurang, di samping pengalaman dunia yang
tidak cukup luas. Menurut kelompok lainnya, dia tidak dikirim karena dia akan
membela kemerdekaan mazhab Syafi’i di kota Mekkah yang saat itu dikuasai
Wahabi. Dan memang, yang dikirim ke Mekkah hanyalah mereka yang menolak taqlid
dan dicap Wahabi, termasuk di antaranya Mas Mansur[3]
Karel A Steenbrink melanjutkan tulisannya: “Abdul Wahab Hasbullah kemudian
membentuk panitia sendiri yang bernama “Comite merembuk Hijaz.” Bermula dari

---------------------------------

[1] Pada tahun 1924 kekhalifahan di Turki dihapuskan oleh pemerintahan Mustafa
Kemal Attaturk yang sekuler dengan menamakan pemerintahannya Republik Turki,
diproklamirkan 19 Oktober 1923. Langkah pertama sekulerisasi adalah penghapusan
Islam sebagai agama resmi negara, kedua penghapusan lembaga kesultanan, dan
berikutnya penghapusan kekhalifahan, menyusul digantinya syari’at Islam dengan
hukum positif ala Barat. Lalu digantinya huruf Arab dengan huruf Latin dan
dilarangnya “pakaian Arab”. Rakyat Turki, terutama aparat pemerintah, harus
menggunakan pakaian ala Eropa. Bacaan ibadah harus menggunakan bahasa Turki,
namun tidak berlangsung lama, karena protes datang dari berbagai ulama di dalam
maupun luar negeri. (lihat Leksikon Islam, Pustazet Perkasa, Jakarta, 1988,
jilid 2, halaman 733).


[2] Muktamar Dunia Islam itu disebut Kongres Khilafah yang akan diadakan di
Kairo pada bulan Maret 1925. Kongres luar biasa di Surabaya (Desember 1924,
yang diikuti Wahab Hasbullah tersebut di atas, pen) membicarakan perutusan
Indonesia ke Kongres Khilafah di Kairo. Lalu dalam bulan Agustus 1925 diadakan
kongres bersama SI (Sarikat Islam) – Al-Islam di Yogyakarta. Cokroaminoto (dari
CSI) dan KH Mas Mansur (dari Muhammadiyah) ditunjuk sebagai utusan Komite
Kongres Al-Islam yang akan diadakan pada 1 Juni 1926 di Makkah atas prakarsa
Raja Ibn Sa’ud. Soal pemerintahan di Makkah dan Madinah akan menjadi acara.
(Lihat Leksikon Islam, 1, halaman 340).


[3] Karel A. Steenbrink, Pesantren Madrasah Sekolah Pendidikan Islam dalam
Kurun Moderen, LP3ES, Jakarta, cetakan pertama, 1986, halaman 67, merujuk pula
pada Sekaly, Les deux congres generaux de 1926. Pada saat itu gelar Wahabi
diberikan kepada semua kamum ”modernis”, yang tidak lagi mau terikat kepada
mazhab tertentu. Orang Syafi’i takut, bahwa maqam Imam Syafi’i akan dibongkar
dan bahwa ajarannya tidak lagi boleh diajarkan di Mekkah, padahal Mekkah untuk
kelompok tradisional pada waktu itu tetap merupakan perguruan yang paling
disukai.



komite ini, pada tanggal 31 Januari 1926 didirikan Nahdlatul Ulama. Nahdlatul
Ulama (NU) memang muncul sebagai protes terhadap gerakan reformasi, juga dari
kebutuhan untuk mempunyai organisasi yang membela mazhab Syafi’i dan menyaingi
organisasi Muhammadiyah dan Al-Irsyad. Memang, tiga tahun kemudian Wahab
Hasbullah bersama kawan-kawannya dari NU berangkat ke Mekkah untuk membicarakan
persoalan yang berhubungan dengan ibadat dan pengajaran agama menurut mazhab
Syafi’i. Pada saat itu, Raja Ibnu Saud menjanjikan tidak akan bertindak terlalu
keras dan memahami keinginan NU tersebut.”[1]

Kalau ungkapan itu dikemukakan oleh peneliti Belanda, ternyata persepsi yang
hampir sama ditulis pula oleh peneliti Indonesia, H Endang Saifuddin Anshari MA
seperti yang ia tulis:

“Pada tanggal 31 Januari 1926 Nahdlatul Ulama didirikan di Surabaya, di
bawah pimpinan Syaikh Hasyim Asy’ari, sebagai reaksi terhadap gerakan
pembaharuan yang dibawa terutama oleh Muhammadiyah dan lain-lain. Usahanya
antara lain memperkembangkan dan mengikuti salah satu dari keempat mazhab fiqh.
Tahun 1952 memisahkan diri dari Masyumi dan sejak itu resmi menjadi Partai
Politik Islam.”[2]

Kegiatan politik praktis NU mulai surut ketika memfusikan diri ke dalam PPP
(Partai Persatuan Pembangunan) 1973. Lalu ditegaskan bahwa NU bukan wadah bagi
kegiatan politik praktis dalam Munas (Musyawarah Nasional)nya di Situbondo Jawa
Timur 1983, dan diperkuat oleh Muktamar NU 1984 yang secara eksplisit menyebut
NU meninggalkan kegiatan politik praktisnya.

Dalam Muktamar ke-27 di Situbondo, NU dengan tegas menerima asas tunggal
Pancasila dan menyatakan kembali kepada khittah 1926 yang berarti meninggalkan
kegiatan politik praktis.[3]

Perkembangan berikutnya, pada bulan Juni 1998, PBNU memfasilitasi lahirnya
PKB (Partai Kebangkitan Bangsa). Kebijakan tersebut mengundang pro dan kontra
di kalangan warga NU sendiri. Akibatnya, lahirlah Partai Nahdlatul Ummat (PNU),
Partai Kebangkitan Umat (PKU), dan Partasi Solidaritas Uni Nasional Indonesia
(SUNI). Sementara itu, sebagian cukup besar warga NU yang lain tetap bertahan
di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golkar.

Perkembangan berikutnya lagi, Ketua Umum PBNU Abdurrahman Wahid terpilih
sebagai presiden RI. Melalui Muktamar pada Nopember 1999, Abdurrahman Wahid
lengser sebagai ketua umum PBNU, yang telah dijabatnya selama 15 tahun.
Kepemimpinan beralih dari ‘duet’ KH Ilyas Rucjhiat-KH Abdurrahman Wahid ke
tangan KHMA Sahal Mahfudz- (Rais Aam Syuriyah PBNU)-KH Hasyim Muzadi (Ketua
Umum Tanfidziyah PBNU).[4]



Musykilat seputar berdirinya NU

Kembali pada persoalan awal, Untuk melacak lebih cermat tentang sebenarnya
untuk apa didirikannya NU, perlu disimak apa yang ditulis oleh Dr Deliar Noer.
Menurutnya, penghapusan kekhalifahan di Turki menimbulkan kebingungan pada
dunia Islam pada umumnya, yang mulai berfikir tentang pembentukan suatu
khilafat baru. Masyarakat Islam Indonesia bukan saja berminat dalam masalah
ini, malah merasa berkewajiban memperbincangkan dan mencari penyelesaiannya.
Kebetulan


---------------------------------

[1] Steenbrink, ibid, halaman 68.


[2] H Endang Saifuddin Anshari, MA, Wawasan Islam, Rajawali, Jakarta, cetakan
pertama, 1986, halaman 263- 264.


[3] Leksikon Islam, 2, halaman 520.


[4] M Said Budairy, 75 Tahun NU, Ujian Berat Khittah, Republika, Rabu 31
Januari 2001, halaman 6.



Mesir bermaksud mengadakan kongres tentang khilafat pada bulan Maret 1924, dan
sebagai sambutan atas maksud ini suatu Komite Khilafat didirikan di Surabaya
tanggal 4 Oktober 1924 dengan ketua Wondosudirdjo (kemudian dikenal dengan nama
Wondoamiseno) dari Sarekat Islam dan wakil ketua KHA Wahab Hasbullah. Kongres
Al-Islam ketiga di Surabaya bulan Desember 1924 antara lain memutuskan untuk
mengirim sebuah delegasi ke Kongres Kairo, terdiri dari Surjopranoto (Saerkat
Islam), Haji Fachruddin (Muhammadiyah) serta KHA Wahab dari kalangan tradisi.

Tetapi kongres di Kairo itu ditunda[1], sedangkan minat orang-orang Islam di
Jawa tertarik lagi pada perkembangan di Hijaz di mana Ibnu Sa’ud berhasil
mengusir Syarif Husein dari Mekkah tahun 1924. Segera setelah menangani ini
pemimpin Wahabi itu mulai melakukan pembersihan dalam kebiasaan praktek
beragama sesuai dengan ajarannya, walaupun ia tidak melarang pelajaran mazhab
di Masjid al-Haram. Tindakannya ini sebagian mendapat sambutan baik di
Indonesia, tetapi sebagian juga ditolak. Tetapi dengan kemenangan Ibnu Sa’ud
ini, baik Mekkah maupun Kairo berebut kedudukan khalifah.[2]

Suatu undangan dari Ibnu Sa’ud kepada kaum Islam di Indoesia untuk
menghadiri kongres di Mekkah dibicarakan di kongres Al-Islam keempat di
Yogyakarta (21-27 Agustus 1925) dan di kongres Al-Islam kelima di Bandung (6
Februari 1926). Kedua kongres ini kelihatannya didominasi oleh golongan
pembaharu Islam. Malah sebelum kongres di Bandung suatu rapat antara
organisasi-organisasi pembaharu di Cianjur, Jawa Barat (8-10 Januari 1926)
telah memutuskan untuk mengirim Tjokroaminoto dari Sarekat Islam dan Kiyai Haji
Mas Mansur dari Muhammadiyah ke Mekkah untuk mengikuti kongres.

Pada kongres di Bandung yang memperkuat keputusan rapat di Cianjur, KHA
Abdul Wahab (Hasbullah, pen) atas nama kalangan tradisi memajukan usul-usul
agar kebiasaan-kebiasaan agama seperti membangun kuburan, membaca do’a seperti
dalail al-khairat[3], ajaran mazhab, dihormati oleh kepala negeri Arab yang
baru dalam negaranya, termasuk di Mekkah dan Madinah. Kongres di Bandung itu
tidak menyambut baik usul-usul (Wahab Hasbullah) ini, sehingga Wahab dan tiga
orang penyokongnya keluar dari Komite Khilafat tersebut di atas. Wahab
selanjutnya mengambil inisiatif untuk mengadakan rapat-rapat kalangan ulama
Kaum Tua, mulanya ulama dari Surabaya, kemudian juga dari Semarang, Pasuruan,
Lasem dan Pati. Mereka bersepakat untuk mendirikan suatu panitia yang disebut
Komite Merembuk Hijaz. Komite inilah yang diubah menjadi Nahdlatul Ulama pada
suatu


---------------------------------

[1] Deliar Noer mengutip Bendera Islam, 22 Januari 1925. Konferensi tersebut
ditunda oleh karena peperangan masih berkecamuk di Hijaz, sehingga akan sukar
bagi negeri Arab ini untuk datang. Lagi pula, beberapa negeri Islam lain
meminta panitia bersangkutan di Kairo untuk mendapat berbagai macam keterangan
tentang konferensi dan agar mengirim missi ke negeri-negeri tersebut. Di
samping itu Mesir juga menghadapi pemilihan umum.


[2] Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942, LP3ES, Jakarta,
cetakan ketiga, 1985, halaman 242-243.




[3] Menurut catatan Deliar Noer, ini merupakan koleksi do’a yang berasal dari
seorang mistikus Afrika Utara di abad ke-15, Al-Jazuli. Taha Husein, seorang
pengarang terkenal di Mesir dan pernah menjadi menteri pendidikan negeri
tersebut, ketika masa mudanya menjadi murid Muhammad Abduh di Al-Azhar, pernah
mengecam ayahnya membaca Dalail al-Khairat. Katanya ini menyebabkan “waktu
terbuang secara bodoh”. Lihat Taha Husein, Al-Ayyam, II (Kairo: Dar al-Maarif,
tiada tanggal), hal. 123. Lihat pula masalah Dalail al-Khairat pada buku yang
Anda baca ini selanjutnya.



rapat di Surabaya tanggal 31 Januari 1926. Rapat ini masih tetap menempatkan
masalah Hijaz sebagai pokok pembicaran utama.[1]

Deliar Noer menjelaskan suara Kaum Tua (NU, organisasi baru muncul) sebagai
berikut:

Bani Sa’ud An-Nadjdi di zaman dahulu terkenal dengan aliran Wahabi yang
dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab, menurut kitab-kitab tarikh... Belum
lagi diketahui dengan pasti aliran apa yang dianut Raja Sa’ud sekarang (masih
Wahabi atau bermazhab empat), tetapi khabar mutawatir menyebutkan mereka
merusak pada qubah-qubah, melarang Dalail al-Khairat dan sebagainya.

...Kita kaum Muslimin, meskipun kaum tua, juga ada merasa ada mempunyai hak
yang berhubungan dengan tanah (suci) dalam hal agama, karena di situ ada Qiblat
dan (tempat) kepergian haji kita dan beberapa bekas-bekas Nabi kita bahkan
quburannya juga. Walhal, kita ada anggap Sunnat-Muakkad ziarah di mana qubur
tersebut.[2]

Organiasi baru ini (NU) menekankan keterikatannya pada mazhab Syafi’i dan
memutuskan untuk berusaha sungguh-sungguh guna menjaga langsungnya kebiasaan
bermazhab di Mekkah dan di Indonesia. Sebaliknya dikatakan bahwa tidak
terkandung maskud apapun untuk menghalangi mereka yang tidak mau mengikuti
mazhab Syafi’i.

Rapat (komite Hijaz/ NU) bulan Januari 1926 itu memutuskan untuk mengirim
dua orang utusan menghadap Raja Ibnu Sa’ud untuk mempersembahkan pendapat
organisasi tentang masalah mazhab, serta juga mengadakan seruan kepada raja
tersebut untuk mengambil langkah-langkah guna kepentingan mazhab serta
memperbaiki keadaan perjalanan haji.(Utusan itu akan terdiri dari Kiyai Haji
Khalil dari Lasem dan Kiyai Haji Abdul Wahab dari Surabaya. Menurut Bintang
Islam, IV, 1926, No 6, hal 96-98, Nahdlatul Ulama akan meminta Ibnu Sa’ud agar:

... tidak melarang kepada siapapun orang yang menjalankan mazhab Syafi’i.

...melarang atau sehingga menyiksa barang siapa yang mengganggu atau
menghalang-halangi perjalanannya mazhab Syafi’i.

...menetap adakan angkatan ziarah ke Medinah al-Munawarah dan ziarah di
beberapa quburnya syuhada dan bekas-bekas mereka itu.

...tidak mengganggu orang yang menjalankan wirid zikir yang benar atau wirid
membaca Dalail al-Khairat atau Burdah atau mengaji kitab fiqh mazhab Syafi’i,
seperti Tuhfah, Nihayah, Bajah.

... memelihara qubur Rasulullah saw sebagaimana yang sudah-sudah.

...jangan sampai merusak qubah-qubahnya syuhada...dan qubahnya aulia atau
ulama...

...mengadakan tarif biaya barang-barang atau orang-orang yang masuk pada
pelabuhan Jeddah dan tarif ongkos-ongkosnya orang haji mulai Jeddah terus
Madinah...

...melarang Syeikh-syeikh haji Mekkah turun (datang) ke Tanah Jawa perlu
mencari jama’ah haji sebab jalan yang demikian itu menghilangkan kehebatan
Tanah Mekah dan kemudian umumnya orang-orang Mekkah, serta menjadikan tambahnya
ongkos-ongkos...., lebih utama dalam pemerintahan mengadakan satu Komite
pengurus haji di Mekkah).[3]

Suatu odiensi dengan Raja Ibnu Sa’ud juga diminta dengan perantaraan
Konsulat Belanda di Jeddah, tetapi kedua orang utusan itu tak dapat berangkat
karena terlambat


---------------------------------

[1] Deliar Noer, ibid, halaman 243, mengutip Utusan Nahdlatul Ulama, Tahun I
No. I (1 Rajab 1347H; yaitu 14 Desember 1928), hal 9.


[2] Deliar, ibid hal 244, mengutip Utusan Nahdlatul Ulama, ibid, hal 9.


[3] Deliar, ibid, hal 244.



memesan tempat di kapal. Sebagai gantinya Nahdlatul Ulama mengawatkan isi
keputusan rapat mereka kepada kepala negara Saudi dengan tambahan permintaan
agar isi keputusan ini dapat dimasukkan ke dalam undang-undang Hijaz.

Tidak ada jawaban terhadap permintaan ini. Dalam pada itu Nahdlatul Ulama
beranggapan bahwa kongres Islam di Mekkah tahun 1926 yang dihadiri oleh
Tjokroaminoto dan Mansur sebagai suatu “kegagalan” oleh sebab itu tidak ada
sebuah pun masalah agama dibicarakan.

Tak lama sesudah kongres Al-Islam keenam di Surabaya dalam bulan September
1926 (kongres ini mengubah kedudukannya menjadi cabang kongres Islam di
Mekkah), Nahdlatul Ulama melahirkan sikap tidak setujunya dengan kongres
tersebut serta terhadap pemerintahan Ibnu Sa’ud. Organisasi ini (NU) malah
menghasut kaum Muslimin agar membenci ajaran Wahabi serta penguasanya di Tanah
Suci, dan menyarankan orang-orang agar jangan pergi naik haji.[1]

Tetapi pada tahun berikutnya Nahdlatul Ulama mengutus delegasi ke Mekkah.
Pada tanggal 27 Maret 1928 Nahdlatul Ulama mengumumkan bahwa Abdul Wahab dan
Ustadz Ahmad Ghanaim Al-Amir (Al-Misri) akan pergi ke Mekkah sebagai perutusan
mereka. Dalam bulan itu juga keduanya berangkat; Abdul Wahab singgah di
Singapur untuk mempropagandakan pendiriannya di kalangan orang Islam di Pulau
itu, dan sampai di Tanah Suci tanggal 17 April 1928. Pada tanggal 13 Juni 1928
mereka diterima oleh Raja. Pada kesempatan ini kedua utusan tersebut juga
meminta Raja Ibnu Sa’ud agar membuat hukum yang tetap di Hijaz. Mereka mohon
jawaban terhadap seruan mereka.

Dalam jawabannya, berupa surat, Raja mengatakan bahwa perbaikan di Hijaz
memang merupakan kewajiban tiap pemerintahan di negeri itu. Ia menambahkan akan
memperbaiki keadaan perjalanan haji sejauh perbaikan ini tidak melanggar
ketentuan Islam. Ia juga sependapat bahwa kaum Muslimin bebas dalam menjalankan
poraktek agama dan keyakinan mereka, kecuali urusan yang Tuhan Allah
mengharamkan dan tiada terdapat sesuatu dalil dari Kitab-Nya Tuhan Allah dan
tiada sunnat Rasulullah saw, dan tidak ada dalam mazhabnya orang dulu-dulu yang
saleh-saleh, dan tidak dari sabda salah satu imam empat.[2]



Surat resmi balasan Raja Saudi kepada NU

Untuk menghindari berbagai interpretasi dari berita-berita yang berkembang
tentang isi surat Raja Ibn Sa’ud, baik dari kalangan NU maupun non NU, maka di
sini dikutip secara utuh surat resmi Raja Saudi kepada NU:


ÈÓã Çááå ÇáÑÍãä ÇáÑÍíã


KERAJAAN HIJAZ, NEJD DAN SEKITARNYA


---------------------------------

[1] Deliar Noer, ibid, halaman 245


[2] Surat ini bertanggal 24 Zulhijjah 1346 H (13 Juni 1928), No 2082, Lihat
Utusan Nahdlatul Ulama, Tahun 1, No 1, dikutip Deliar Noer, halaman 246.


Nomor: 2082 – Tanggal 24 Dzulhijjah 1346H. Dari : Abdul Aziz bin Abdur Rahman
Al-FaisalKepada Yth. Ketua Organisasi Nahdlatul Ulama di JawaSyaikh Muhammad
Hasyim Asy’ari dan Sekretarisnya Syaikh Alawi bin Abdul Aziz ( semoga Allah
melindungi mereka). ÇáÓáÇã Úáíßã æÑÍãÉ Çááå æÈÑßÇÊå.


Surat saudara tertanggal 5 Syawwal 1346H telah sampai kepada kami. Apa yang
saudara sebutkan telah kami fahami dengan baik, terutama tentang rasa iba
saudara terhadap urusan ummat Islam yang menjadi perhatian suadara, dan
delegasi yang saudara tugaskan yaitu H. Abdul Wahab, Sekretaris I PBNU, dan
Ustadz Syaikh Ahmad Ghanaim Al-Amir, Penasihat PBNU telah kami terima dengan
membawa pesan-pesan dari saudara.

Adapun yang berkenaan dengan usaha mengatur wilayah Hijaz, maka hal itu
merupakan urusan dalam negeri Kerajaan Saudi Arabia, dan Pemerintah dalam hal
itu berusaha semaksimal mungkin untuk memberikan segala kemudahan bagi jemaah
haji di Tanah Suci, dan tidak pernah melarang seorang pun untuk melakukan amal
baik yang sesuai dengan Syari’at Islam.

Adapun yang berkenaan dengan kebebasan orang, maka hal itu adalah merupakan
suatu kehormatan, dan alhamdulillah, semua Ummat Islam bebas melakukan urusan
mereka, kecuali dalam hal-hal yang diharamkan Allah, dan tidak ada dalil yang
menghalalkan perbuatan tersebut, baik dari Al-Qur’an, Sunnah, Mazhab Salaf
Salih dan dari pendapat Imam empat Mazhab. Segala hal yang sesuai dengan
ketentuan tersebut, kami lakukan dan kami laksanakan, sedang hal-hal yang
menyelisihinya, maka tidak boleh taat untuk melakukan perbuatan maksiat kepada
Allah Maha Pencipta.

Tujuan kita sebenarnya adalah da’wah kepada apa yang dalam Kitabullah dan
Sunnah Rasulullah saw dan inilah agama yang kami lakukan kepada Allah.
Alhamdulillah kami berjalan sesuai dengan faham ulama Salaf yang Salih, mulai
dari Sahabat Nabi hingga Imam empat Mazhab.

Kami memohon kepada Allah semoga memberi taufiq kepada kita semua ke jalan
kebaikan dan kebenaran serta hasil yang baik. Inilah yang perlu kami jelaskan.
Semoga Allah melindungi saudara semua.



ÇáÓáÇã Úáíßã æÑÍãÉ Çááå æÈÑßÇÊå.
Tanda tangan dan stempel[1]


Demikianlah surat Raja Abdul Aziz membalas surat Ketua PBNU, 13 Juni
1928, 24 Dzulhijjah 1346H.



















































(Gambar surat Raja/ scan surat)





















Masalah Kitab Dalail al-Khairat

Nahdlatul Ulama, baik secara perorangan kiyai-kiyainya maupun secara
organisasi, dalam sejarahnya telah dengan gigih mempertahankan wiridan dengan
membaca Kitab Dalail al-Khairat. “Perjuangan” mereka itu bukan hanya di
Indonesia di depan kalangan kaum pembaharu, namun bahkan sampai ke Raja Saudi
dengan jalan mengirimkan surat yang di antara isinya mempertahankan wiridan
dari kitab karangan orang mistik./ shufi dari Afrika Utara, Al-Jazuli itu.
Meskipun demikian, kaum pembaharu di Indonesia tidak menggubris upaya-upaya
kaum Nahdliyin/ NU itu. Demikian pula Raja Saudi tidak menjawabnya secara
khusus tentang Kitab Dalail al-Khairat itu.

Untuk memudahkan pembaca, maka di sini diturunkan fatwa tentang boleh
tidaknya membaca atau mewiridkan Kitab Dalail al-Khairat itu dari Lajnah Daimah
kantor Penelitian Ilmiyah dan Fatwa di Riyadh. Ada pertanyaan dan kemudian ada
pula jawabannya, dikutip sebagai berikut:



Soal kelima dari Fatwa nomor 2392:

Soal 5: Apa hukum wirid-wirid auliya’ (para wali) dan shalihin (orang-orang
shalih) seperti mazhab Qadyaniyah dan Tijaniyah dan lainnya? Apakah boleh
memeganginya ataukah tidak, dan apa hukum Kitab Dalail al-Khairat?

Jawab 5: Pertama: Telah terdapat di dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits nash-nash
(teks) yang mengandung do’a-do’a dan dzikir-dzikir masyru’ah (yang
disyari’atkan). Dan sebagian ulama telah mengumpulkan satu kumpulan do’a dan
dzikir itu, seperti An-Nawawi dalam kitabnya al-Adzkar , Ibnu as-Sunni dalam
Kitab ‘Amalul Yaum wallailah, dan Ibnul Qayyim dalam Kitab Al-Wabil As-Shoib,
dan kitab-kitab sunnah yang mengandung bab-bab khusus untuk do’a-do’a dan
dzikir-dzikir, maka wajib bagimu merujuk padanya.

Kedua: Auliya’ (para wali) yang shalih adalah wali-wali Allah yang mengikuti
syari’at-Nya baik secara ucapan, perbuatan, maupun i’tikad (keyakinan). Dan
adapun kelompok-kelompok sesat seperti At-Tijaniyyah maka mereka itu bukanlah
termasuk auliya’ullah (para wali Allah). Tetapi mereka termasuk auliya’us
syaithan (para wali syetan). Dan kami nasihatkan kamu membaca kitab Al-Furqon
baina auliya’ir Rahman wa Auliya’is Syaithan, dan Kitab Iqtidhous Shirothil
Mustaqiem Limukholafati Ash-habil Jahiem, keduanya oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah.

Ketiga: Dari hal yang telah dikemukakan itu jelas bahwa tidak boleh bagi
seorang muslim mengambil wirid-wirid mereka dan menjadikannya suatu wiridan
baginya, tetapi cukup atasnya dengan yang telah disyari’atkan yaitu yang telah
ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Keempat: Adapun Kitab Dalail al-Khairat maka kami nasihatkan anda untuk
meninggalkannya, karena di dalamnya mengandung perkara-perkara al-mubtada’ah
was-syirkiyah (bid’ah dan kemusyrikan). Sedangkan yang ada di dalam Al-Qur’an
dan As-Sunnah terkaya darinya (tidak butuh dengan bid’ah dan kemusyrikan yang
ada di dalam Kitab Dalail Al-Khairat itu).

Wabillahit taufiq. Washollallahu ‘alaa nabiyyinaa Muhammad, wa alihi
washohbihi wasallam.

Al-Lajnah Ad-Da’imah lil-Buhuts al-‘Ilmiyyah wal Ifta’:

Ketua Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, anggota Abdullah bin Ghadyan, anggota
Abdullah bin Qu’ud.[2]



Dalam Kitab Dalail al-Khairat di antaranya ada shalawat bid’ah sebagai berikut:

Çááåã Õá Úáì ãÍãÏ ÍÊì áÇíÈÞì ãä ÇáÕáÇÉ ÔíÁ æÇÑÍã ãÍãÏÇ ÍÊì áÇíÈÞì ãä ÇáÑÍãÉ
ÔíÁ .



“Ya Allah limpahkanlah keberkahan atas Muhammad, sehingga tak tersisa lagi
sedikitpun dari keberkahan, dan rahmatilah Muhammad, sehingga tak tersisa
sedikitpun dari rahmat.”

Lafadh bacaan shalawat dalam Kitab Dalail Al-Khairat di atas menjadikan
keberkahan dan rahmat, yang keduanya merupakan bagian dari sifat-sifat Allah,
bisa habis dan binasa. Ucapan mereka itu telah terbantah oleh firman Allah:

Þá áæ ßÇä

ÈãËáå ãÏÏÇ ( ÇáßåÝ: 109)



“Katakanlah, ‘Kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis)
kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis)
kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).”
(Al-Kahfi: 109).[3]

Dari kenyataan usulan resmi NU kepada Raja Saudi Arabia yang ingin agar
tetap dibolehkan membaca dzikir dan wiridan yang diamalkan oleh sebagian orang
NU di antaranya do’a-do’a dalam Kitab Dalailul Khiarat (tentunya termasuk pula
dzikir-dzikir aneka aliran thariqat/ tarekat), dan kenyataan fatwa ulama resmi
Saudi Arabia, maka sangat bertentangan. NU menginginkan untuk dilestarikan dan
dilindungi. Sedang ulama Saudi menginginkan agar ditinggalkan, karena
mengandung bid’ah dan kemusyrikan, sedang penganjurnya yang disebut syaikh pun
digolongkan wali syetan. Hanya saja kasusnya telah diputar sedemikian rupa,
sehingga balasan surat Raja Saudi Arabia yang otentiknya seperti tercantum di
atas, telah dimaknakan secara versi NU yang seolah misi NU itu sukses dalam hal
direstui untuk mengembangkan hal-hal yang NU maui. Hingga surat Raja Saudi itu
seolah jadi alat ampuh untuk menggencarkan apa yang oleh ulama Saudi disebut
sebagai bid’ah dan kemusyrikan.

Di antara buktinya, bisa dilihat ungkapan yang ditulis tokoh NU, KH
Saifuddin Zuhri sebagai berikut:

“Misi Kyai ‘Abdul Wahab Hasbullah ke Makkah mencapai hasil sangat memuaskan.
Raja Ibnu Sa’ud berjanji, bahwa pelaksanaan dari ajaran madzhab Empat dan faham
Ahlus Sunnah wal Jama’ah pada umumnya memperoleh perlindungan hukum di seluruh
daerah kerajaan Arab Saudi. Siapa saja bebas mengembangkan faham Ahlus Sunnah
wal Jama’ah ajaran yang dikembangkan oleh Empat Madzhab, dan siapa saja bebas
mengajarkannya di Masjidil Haram di Makkah, di Masjid Nabawi di Madinah dan di
manapun di seluruh daerah kerajaan.[4]

Apa yang disebut hasil sangat memuaskan, dan bebasnya mengembangkan Ahlus
Sunnah wal Jama’ah itulah yang dipasarkan oleh NU di masyarakat dengan versinya
sendiri. Sebagaimana pengakuan Abdurrahman Wahid, didirikannya NU itu untuk
wadah berorganisasi dan mengamalkan ajaran Ahlus Sunnah wal Jama’ah versinya
sendiri. Versinya sendiri yaitu yang memperjuangkan lestarinya tradisi mereka
di antaranya yang telah diusulkan dengan nyata-nyata bukan hanya di dalam
negeri tetapi sampai di Saudi Arabia yaitu pengamalan wirid Kitab Dalail
Al-Khairat dan dzikir-dzikir lainnya model NU di antaranya tarekat-tarekat.
Akibatnya, sekalipun ulama Saudi Arabia secara resmi mengecam amalan-amalan
yang diusulkan itu ditegaskan sebagai amalan yang termasuk bid’ah dan
kemusyrikan, namun di dalam negeri Indonesia, yang terjadi adalah sebaliknya.
Seakan amalan-amalan itu telah mendapatkan “restu” akibat
penyampaian-penyampaian kepada ummat Islam di Indonesia yang telah dibikin
sedemikian rupa (bahwa misi
utusan NU ke Makkah sukses besar dan direstui bebas untuk mengamalkan Ahlus
Sunnah wal Jama’ah) sehingga amalan-amalan itu semakin dikembangkan dan
dikokohkan secara organisatoris dalam NU. Bahkan secara resmi NU punya lembaga
bernama Tarekat Mu’tabarah Nahdliyin didirikan 10 Oktober 1957 sebagai tindak
lanjut keputusan Muktamar NU 1957 di Magelang. Belakangan dalam Muktamar NU
1979 di Semarang ditambahkan kata Nahdliyin, untuk menegaskan bahwa badan ini
tetap berafiliasi kepada NU.[5]

Setelah bisa ditelusuri jejaknya dari semula hingga langkah-langkah
selanjutnya, maka tampaklah apa yang mereka upayakan –dalam hal ini
didirikannya NU itu untuk apa-- itu sebenarnya adalah untuk melestarikan dan
melindungi amalan-amalan yang menjadi bidikan kaum pembaharu ataupun Muslimin
yang konsekuen dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tanpa adanya organisasi yang
menjadi tempat berkumpul dan tempat berupaya bersama-sama secara maju bersama,
maka amalan mereka yang selalu jadi sasaran bidik para pembaharu yang
memurnikan Islam dari aneka bid’ah, khurafat, takhayul, dan bahkan kemusyrikan
itu akan segera bisa dilenyapkan bagai lenyapnya kepercayaan Animisme yang
sulit dikembang suburkan lagi. Menyadari akan sulitnya dan terancamnya posisi
mereka ini baik di dalam negeri maupun di luar negeri terutama ancaman dari
Saudi Arabia, maka mereka secara sukarela lebih merasa aman untuk bergandeng
tangan dengan kafirin dan musyrikin, baik itu kafirin Ahli Kitab yaitu Yahudi
dan Nasrani,
maupun kafirin anti Kitab yaitu PKI (Komunis) dan anak cucunya, serta
musyrikin yaitu Kong Hucu, Hindu, Budha; dan Munafiqin serta kelompok
nasionalis sekuler anti syari’at Islam ataupun kelompok kiri anti Islam.

Untuk itulah dia lahir atau dilahirkan, sepanjang data dan fakta yang bisa
dilihat dan dibuktikan, namun bukan berarti hanya untuk itu saja. Bagaimana
pula kalau ini justru dijadikan alat oleh musuh Islam untuk kepentingan
mereka?


---------------------------------

[1] Al-Arkhabil, Tahun 5, vol 8, Sya’ban 1420H Nopember 1999, LIPIA, Jakarta,
halaman 22.


[2] Fatwa Al-Lajnah Ad-Da’imah lilbuhuts al-‘ilmiyyah wal Ifta’, Darul
‘Ashimah, Riyadh, cetakan 3, 1419H, halaman 320-321.


[3] Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, Minhajul Firqah an-Najiyah wat Thaifah
al-Manshuroh, diterjemahkan Ainul Haris Umar Arifin Thayib Lc menjadi Jalan
Golongan yang Selamat, Darul Haq, Jakarta, cetakan I, 1419H, 171-172.


[4] KH Saifuddin Zuhri, Sejarah kebangkitan Islam dan Perkembangannya di
Indonesia, PT Al-Ma’arif, Bandung, cetakan ketiga, 1981, halaman 611.


[5] Hartono Ahmad Jaiz, Mendudukkan tasawuf, Gus Dur Wali? , Darul Falah,
Jakarta, cetakan kedua, 1420H/ 2000M, halaman 121.



Jumat, 26 Maret 2010

sejarah pramuka Indonesia


teman-teman tentunya tak asing lagi mendengar kata pramuk..........
yang biasanya juga ada disekolah-sekolah sebagai salah satu cabang ekstra kurikuler.disini saya akan bercerita tentang bagaimana asal mulanya pramuka di indonesia.
Latar Belakang Lahirnya Gerakan Pramuka

Gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961, jadi kalau akan menyimak latar belakang lahirnya Gerakan Pramuka, orang perlu mengkaji keadaan, kejadian dan peristiwa pada sekitar tahun 1960.

Dari ungkapan yang telah dipaparkan di depan kita lihat bahwa jumlah perkumpulan kepramukaan di Indonesia waktu itu sangat banyak. Jumlah itu tidak sepandan dengan jumlah seluruh anggota perkumpulan itu.

Peraturan yang timbul pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang rencana pembangunan Nasional Semesta Berencana. Dalam ketetapan ini dapat ditemukan Pasal 330. C. yang menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila. Seterusnya penertiban tentang kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan supaya diintensifkan dan menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30). Kemudian kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa Lord Baden Powellisme (Lampiran C Ayat 8).

Ketetapan itu memberi kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah Pesiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin gerakan kepramukaan Indonesia, bertempat di Istana Negara. Hari Kamis malam itulah Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka. Presiden juga menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini tentulah perlu sesuatu pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI No.112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebut oleh Presiden pada tanggal 9 Maret 1961.

Ada perbedaan sebutan atau tugas panitia antara pidato Presiden dengan Keputusan Presiden itu.

Masih dalam bulan April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial).

Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.
[sunting] Kelahiran Gerakan Pramuka

Gerakan Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu :

1. Pidato Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI TUNAS GERAKAN PRAMUKA
2. Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari Kebangkitan Nasional, namun bagi Gerakan Pramuka memiliki arti khusus dan merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di lingkungan ke tiga. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PERMULAAN TAHUN KERJA.
3. Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada tanggal 30 Juli 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI IKRAR GERAKAN PRAMUKA.
4. Pelantikan Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, diikuti defile Pramuka untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang didahului dengan penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka, dan kesemuanya ini terjadi pada tanggal pada tanggal 14 Agustus 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai HARI PRAMUKA.

[sunting] Gerakan Pramuka Diperkenalkan

Pidato Presiden pada tanggal 9 Maret 1961 juga menggariskan agar pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI Gerakan Pramuka telah ada dan dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu Keppres RI No.238 Tahun 1961 perlu ada pendukungnya yaitu pengurus dan anggotanya.

Menurut Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, pimpinan perkumpulan ini dipegang oleh Majelis Pimpinan Nasional (MAPINAS) yang di dalamnya terdapat Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan Kwartir Nasional Harian.

Badan Pimpinan Pusat ini secara simbolis disusun dengan mengambil angka keramat 17-8-’45, yaitu terdiri atas Mapinas beranggotakan 45 orang di antaranya duduk dalam Kwarnas 17 orang dan dalam Kwarnasri 8 orang.

Namun demikian dalam realisasinya seperti tersebut dalam Keppres RI No.447 Tahun 1961, tanggal 14 Agustus 1961 jumlah anggota Mapinas menjadi 70 orang dengan rincian dari 70 anggota itu 17 orang di antaranya sebagai anggota Kwarnas dan 8 orang di antara anggota Kwarnas ini menjadi anggota Kwarnari.

Mapinas diketuai oleh Dr. Ir. Soekarno, Presiden RI dengan Wakil Ketua I, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Ketua II Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh.

Sementara itu dalam Kwarnas, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat Ketua dan Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Kwarnari.

Gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961 bukan saja di Ibukota Jakarta, tapi juga di tempat yang penting di Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka mengadakan Apel Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan Presiden dan berkeliling Jakarta.

Sebelum kegiatan pawai/defile, Presiden melantik anggota Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari, di Istana negara, dan menyampaikan anugerah tanda penghargaan dan kehormatan berupa Panji Gerakan Kepanduan Nasional Indonesia (Keppres No.448 Tahun 1961) yang diterimakan kepada Ketua Kwartir Nasional, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sesaat sebelum pawai/defile dimulai.

Peristiwa perkenalan tanggal 14 Agustus 1961 ini kemudian dilakukan sebagai HARI PRAMUKA yang setiap tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka

nah smoga teman-teman menjadi tau apa tentang pramuaka...............

Senin, 22 Maret 2010

cara pasang efek kelelawar di blog

nah teman-teman.mungkin anda sudah pernah melihat blog yang ketika dibuka,kok ada gambar kelelawar yang berterbangan.........
disini saya akan berbagi pengetahuan tentang itu......gni caranya:
1.Login ke akun blogger kamu.
2.Dari halaman Dashboard, pilih Tata Letak lalu pilih Edit HTML.
3.copykan script di bawah ini dan letakkan (paste) di bawah kode <head>

<script language='JavaScript'>
var no = 7;
var speed = 5;
var snowflake = "http://i634.photobucket.com/albums/uu66/oktri_2009/kampret.gif";
</script>
<script language='JavaScript' src='http://sites.google.com/site/ruangsc/enes/fallinsnow.js'/>


Kamu bisa mengganti gambar yang jatuh (var snowflake) dengan gambar yang kamu inginkan. Kamu juga bisa mengatur banyaknya gambar (var no) dan tingkat kecepatan (var speed) sesuai keinginan kamu.

nah selamat mencoba ya..............

perbedaan laptop dengan notebook



nah teman-teman.apakah teman-temn tau apa yang dimaksud laptop atau notebook?
saya rasa nama itu tak asing lagi buat teman-teman semua.atau mungkin teman dirumah ada yang punya.......
saya akan membahas tentng perbedaan notebook dengan laptop.
Laptop atau notebook sendiri sebenarnya adalah varian dari Portable PC untuk menyebut komputer yang dapat dibawa-bawa.Secara teknis saat ini Laptop dan notebook tidak memiliki perbedaan yang mendasar.laptop adalah komputer portabel yang ‘pas’ saat ditaruh diatas pangkuan. Sementara Notebook adalah komputer jinjing yang secara keseluruhan lebih langsing dari laptop,untuk masalah kemampuan tergantung dari masing-masing komponen(prosesor,grafis card dan ram) semakin besar spesifikasinya semakin bagus juga kemampuan untuk bekerja.jadi kesimpulannya laptop dan notebook tidak ada bedanya cuma beda istilah.

Jumat, 19 Maret 2010

cara pasang read more di blog

hey kawan...........
disini saya akan berbagi pengetahuan tentang bagaimana caranya membuat read more/selanjutnya.agar postingan lebih simple.
gini caranya :
1.masuk ke akun blog kamu.
2.klik pengaturan.pilih format
3.Pada layar paling bawah, ada text area kosong disamping tulisan Template Posting, isi tesxt area kosong tersebut dengan kode di bawah ini :

<span class="fullpost">


</span>

4.klik simpan/save
5.Klik menu Dasboard


6.Klik Tata Letak


7.Klik tab Edit HTML


8.Klik tulisan Download Template Lengkap.
untuk berjaga-jaga bila ada kesalahan......
9.Beri tanda centang pada kotak di samping tulisan Expand Template Widget ,
10.Tunggu beberapa saat ketika proses sedang berlangsung
11.Silahkan anda cari kode berikut pada kode template milik anda :

<data:post.body/>

12.atau kode di bawah ini (sama saja) ;

<p><data:post.body/></p>

13.Hapus kode tadi, lalu ganti dengan kode di bawah ini

<b:if cond='data:blog.pageType == "item"'>
<style>.fullpost{display:inline;}</style>
<p><data:post.body/></p>
<b:else/>
<style>.fullpost{display:none;}</style>
<p><data:post.body/>
<a expr:href='data:post.url'><strong>Selengkapnya...</strong></a></p>
</b:if>

14.klik sve.

Cara Posting Artikel

* Klik menu Posting


* Klik menu Edit HTML, maka secara otomatis tampak kode yang telah kita setting tadi, yaitu :

<span class="fullpost">


</span>

* Tuliskan artikel yang ingin tampak pada blog sebelum kode :

<span class="fullpost">

* Tulis keseluruhan sisa artikel sesudah kode di atas tadi dan sebelum kode :

</span>

* klik terbitkan..........

selamat mencoba............

posting dengan html

hay,teman-teman..........
pa kabar ne.saya sering di tantanyai teman-teman kenapa blognya kalo di beri postingan html kok gak bisa kenapa ya??????????

sekarang aku dah nemu gimana caranya........
1.masuk ke dalam situs penyedianya,untuk mengubah kode tersebut agar bisa dipostingkan.alamatnya http://centricle.com/tools/html-entities/ atau klik disini
2.hapus dan masukkan kode yang akan di postingkan tadi kedalam kotak penerjemah tersebut.
3.kemudian klik encode
4.tunggu hingga menampilkan code baru.
5.copy code tersebut dan siap unutk dipostingkan.............

selamat mencoba ya.............

Senin, 15 Maret 2010

hukum tentang nikah siri



nikah siri,,,,,?tentunya teman-tean tidak asing lagi dengan yang namanya nikah siri.nikah siri atau yang artinya nikah secara tersembunyi,tidak ada wali yang menyaksikan.
Keinginan pemerintah untuk memberikan fatwa hukum yang tegas terhadap pernikahan siri, kini telah dituangkan dalam rancangan undang-undang tentang perkawinan. Sebagaimana penjelasan Nasarudin Umar, Direktur Bimas Islam Depag, RUU ini akan memperketat pernikahan siri, kawin kontrak, dan poligami.

Berkenaan dengan nikah siri, dalam RUU yang baru sampai di meja Setneg, pernikahan siri dianggap perbuatan ilegal, sehingga pelakunya akan dipidanakan dengan sanksi penjara maksimal 3 bulan dan denda 5 juta rupiah. Tidak hanya itu saja, sanksi juga berlaku bagi pihak yang mengawinkan atau yang dikawinkan secara nikah siri, poligami, maupun nikah kontrak. Setiap penghulu yang menikahkan seseorang yang bermasalah, misalnya masih terikat dalam perkawinan sebelumnya, akan dikenai sanksi pidana 1 tahun penjara. Pegawai Kantor Urusan Agama yang menikahkan mempelai tanpa syarat lengkap juga diancam denda Rp 6 juta dan 1 tahun penjara. [Surya Online, Sabtu, 28 Februari, 1009]

Sebagian orang juga berpendapat bahwa orang yang melakukan pernikahan siri, maka suami isteri tersebut tidak memiliki hubungan pewarisan. Artinya, jika suami meninggal dunia, maka isteri atau anak-anak keturunannya tidak memiliki hak untuk mewarisi harta suaminya. Ketentuan ini juga berlaku jika isteri yang meninggal dunia.

Lalu, bagaimana pandangan Islam terhadap nikah siri? Bolehkah orang yang melakukan nikah siri dipidanakan? Benarkah orang yang melakukan pernikahan siri tidak memiliki hubungan pewarisan?

Definisi dan Alasan Melakukan Pernikahan Siri

Pernikahan siri sering diartikan oleh masyarakat umum dengan; Pertama; pernikahan tanpa wali. Pernikahan semacam ini dilakukan secara rahasia (siri) dikarenakan pihak wali perempuan tidak setuju; atau karena menganggap absah pernikahan tanpa wali; atau hanya karena ingin memuaskan nafsu syahwat belaka tanpa mengindahkan lagi ketentuan-ketentuan syariat; kedua, pernikahan yang sah secara agama namun tidak dicatatkan dalam lembaga pencatatan negara. Banyak faktor yang menyebabkan seseorang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan sipil negara. Ada yang karena faktor biaya, alias tidak mampu membayar administrasi pencatatan; ada pula yang disebabkan karena takut ketahuan melanggar aturan yang melarang pegawai negeri nikah lebih dari satu; dan lain sebagainya. Ketiga, pernikahan yang dirahasiakan karena pertimbangan-pertimbangan tertentu; misalnya karena takut mendapatkan stigma negatif dari masyarakat yang terlanjur menganggap tabu pernikahan siri; atau karena pertimbangan-pertimbangan rumit yang memaksa seseorang untuk merahasiakan pernikahannya.

Adapun hukum syariat atas ketiga fakta tersebut adalah sebagai berikut.

Hukum Pernikahan Tanpa Wali

Adapun mengenai fakta pertama, yakni pernikahan tanpa wali; sesungguhnya Islam telah melarang seorang wanita menikah tanpa wali. Ketentuan semacam ini didasarkan pada sebuah hadits yang dituturkan dari sahabat Abu Musa ra; bahwasanya Rasulullah saw bersabda;

لا نكاح إلا بولي

“Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali.” [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy, lihat, Imam Asy Syaukani, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2648].

Berdasarkan dalalah al-iqtidla’, kata ”laa” pada hadits menunjukkan pengertian ‘tidak sah’, bukan sekedar ’tidak sempurna’ sebagaimana pendapat sebagian ahli fikih. Makna semacam ini dipertegas dan diperkuat oleh hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, bahwasanya Rasulullah saw pernah bersabda:

أيما امرأة نكحت بغير إذن وليها فنكاحها باطل, فنكاحها باطل , فنكاحها باطل

“Wanita mana pun yang menikah tanpa mendapat izin walinya, maka pernikahannya batil; pernikahannya batil; pernikahannya batil”. [HR yang lima kecuali Imam An Nasaaiy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 230 hadits ke 2649].

Abu Hurayrah ra juga meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

لا تزوج المرأة المرأة لا تزوج نفسها فإن الزانية هي التي تزوج نفسها

”Seorang wanita tidak boleh menikahkan wanita lainnya. Seorang wanita juga tidak berhak menikahkan dirinya sendiri. Sebab, sesungguhnya wanita pezina itu adalah (seorang wanita) yang menikahkan dirinya sendiri”. (HR Ibn Majah dan Ad Daruquthniy. Lihat, Imam Asy Syaukaniy, Nailul Authar VI: 231 hadits ke 2649)

Berdasarkan hadits-hadits di atas dapatlah disimpulkan bahwa pernikahan tanpa wali adalah pernikahan batil. Pelakunya telah melakukan maksiyat kepada Allah swt, dan berhak mendapatkan sanksi di dunia. Hanya saja, syariat belum menetapkan bentuk dan kadar sanksi bagi orang-orang yang terlibat dalam pernikahan tanpa wali. Oleh karena itu, kasus pernikahan tanpa wali dimasukkan ke dalam bab ta’zir, dan keputusan mengenai bentuk dan kadar sanksinya diserahkan sepenuhnya kepada seorang qadliy (hakim). Seorang hakim boleh menetapkan sanksi penjara, pengasingan, dan lain sebagainya kepada pelaku pernikahan tanpa wali.

Nikah Tanpa Dicatatkan Pada Lembaga Pencatatan Sipil

Adapun fakta pernikahan siri kedua, yakni pernikahan yang sah menurut ketentuan syariat namun tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; sesungguhnya ada dua hukum yang harus dikaji secara berbeda; yakni (1) hukum pernikahannya; dan (2) hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara

Dari aspek pernikahannya, nikah siri tetap sah menurut ketentuan syariat, dan pelakunya tidak boleh dianggap melakukan tindak kemaksiyatan, sehingga berhak dijatuhi sanksi hukum. Pasalnya, suatu perbuatan baru dianggap kemaksiyatan dan berhak dijatuhi sanksi di dunia dan di akherat, ketika perbuatan tersebut terkategori ”mengerjakan yang haram” dan ”meninggalkan yang wajib”. Seseorang baru absah dinyatakan melakukan kemaksiyatan ketika ia telah mengerjakan perbuatan yang haram, atau meninggalkan kewajiban yang telah ditetapkan oleh syariat.

Begitu pula orang yang meninggalkan atau mengerjakan perbuatan-perbuatan yang berhukum sunnah, mubah, dan makruh, maka orang tersebut tidak boleh dinyatakan telah melakukan kemaksiyatan; sehingga berhak mendapatkan sanksi di dunia maupun di akherat. Untuk itu, seorang qadliy tidak boleh menjatuhkan sanksi kepada orang-orang yang meninggalkan perbuatan sunnah, dan mubah; atau mengerjakan perbuatan mubah atau makruh.

Seseorang baru berhak dijatuhi sanksi hukum di dunia ketika orang tersebut; pertama, meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan sholat, jihad, dan lain sebagainya; kedua, mengerjakan tindak haram, seperti minum khamer dan mencaci Rasul saw, dan lain sebagainya; ketiga, melanggar aturan-aturan administrasi negara, seperti melanggar peraturan lalu lintas, perijinan mendirikan bangunan, dan aturan-aturan lain yang telah ditetapkan oleh negara.

Berdasarkan keterangan dapat disimpulkan; pernikahan yang tidak dicatatkan di lembaga pencatatan negara tidak boleh dianggap sebagai tindakan kriminal sehingga pelakunya berhak mendapatkan dosa dan sanksi di dunia. Pasalnya, pernikahan yang ia lakukan telah memenuhi rukun-rukun pernikahan yang digariskan oleh Allah swt. Adapun rukun-rukun pernikahan adalah sebagai berikut; (1) wali, (2) dua orang saksi, dan (3) ijab qabul. Jika tiga hal ini telah dipenuhi, maka pernikahan seseorang dianggap sah secara syariat walaupun tidak dicatatkan dalam pencatatan sipil.

Adapun berkaitan hukum tidak mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara, maka kasus ini dapat dirinci sebagai berikut.

Pertama, pada dasarnya, fungsi pencatatan pernikahan pada lembaga pencatatan sipil adalah agar seseorang memiliki alat bukti (bayyinah) untuk membuktikan bahwa dirinya benar-benar telah melakukan pernikahan dengan orang lain. Sebab, salah bukti yang dianggap absah sebagai bukti syar’iy (bayyinah syar’iyyah) adalah dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara. Ketika pernikahan dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil, tentunya seseorang telah memiliki sebuah dokumen resmi yang bisa ia dijadikan sebagai alat bukti (bayyinah) di hadapan majelis peradilan, ketika ada sengketa yang berkaitan dengan pernikahan, maupun sengketa yang lahir akibat pernikahan, seperti waris, hak asuh anak, perceraian, nafkah, dan lain sebagainya. Hanya saja, dokumen resmi yang dikeluarkan oleh negara, bukanlah satu-satunya alat bukti syar’iy. Kesaksian dari saksi-saksi pernikahan atau orang-orang yang menyaksikan pernikahan, juga absah dan harus diakui oleh negara sebagai alat bukti syar’iy. Negara tidak boleh menetapkan bahwa satu-satunya alat bukti untuk membuktikan keabsahan pernikahan seseorang adalah dokumen tertulis. Pasalnya, syariat telah menetapkan keabsahan alat bukti lain selain dokumen tertulis, seperti kesaksian saksi, sumpah, pengakuan (iqrar), dan lain sebagainya. Berdasarkan penjelasan ini dapatlah disimpulkan bahwa, orang yang menikah siri tetap memiliki hubungan pewarisan yang sah, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari pernikahan. Selain itu, kesaksian dari saksi-saksi yang menghadiri pernikahan siri tersebut sah dan harus diakui sebagai alat bukti syar’iy. Negara tidak boleh menolak kesaksian mereka hanya karena pernikahan tersebut tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan sipil; atau tidak mengakui hubungan pewarisan, nasab, dan hubungan-hubungan lain yang lahir dari pernikahan siri tersebut.

Kedua, pada era keemasan Islam, di mana sistem pencatatan telah berkembang dengan pesat dan maju, tidak pernah kita jumpai satupun pemerintahan Islam yang mempidanakan orang-orang yang melakukan pernikahan yang tidak dicatatkan pada lembaga pencatatan resmi negara. Lebih dari itu, kebanyakan masyarakat pada saat itu, melakukan pernikahan tanpa dicatat di lembaga pencatatan sipil. Tidak bisa dinyatakan bahwa pada saat itu lembaga pencatatan belum berkembang, dan keadaan masyarakat saat itu belumnya sekompleks keadaan masyarakat sekarang. Pasalnya, para penguasa dan ulama-ulama kaum Muslim saat itu memahami bahwa hukum asal pencatatan pernikahan bukanlah wajib, akan tetapi mubah. Mereka juga memahami bahwa pembuktian syar’iy bukan hanya dokumen tertulis.

Nabi saw sendiri melakukan pernikahan, namun kita tidak pernah menemukan riwayat bahwa melakukan pencatatan atas pernikahan beliau, atau beliau mewajibkan para shahabat untuk mencatatkan pernikahan mereka; walaupun perintah untuk menulis (mencatat) beberapa muamalah telah disebutkan di dalam al-Quran, misalnya firman Allah swt;

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا تَدَايَنْتُمْ بِدَيْنٍ إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى فَاكْتُبُوهُ وَلْيَكْتُبْ بَيْنَكُمْ كَاتِبٌ بِالْعَدْلِ وَلَا يَأْبَ كَاتِبٌ أَنْ يَكْتُبَ كَمَا عَلَّمَهُ اللَّهُ فَلْيَكْتُبْ وَلْيُمْلِلِ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا يَبْخَسْ مِنْهُ شَيْئًا فَإِنْ كَانَ الَّذِي عَلَيْهِ الْحَقُّ سَفِيهًا أَوْ ضَعِيفًا أَوْ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يُمِلَّ هُوَ فَلْيُمْلِلْ وَلِيُّهُ بِالْعَدْلِ وَاسْتَشْهِدُوا شَهِيدَيْنِ مِنْ رِجَالِكُمْ فَإِنْ لَمْ يَكُونَا رَجُلَيْنِ فَرَجُلٌ وَامْرَأَتَانِ مِمَّنْ تَرْضَوْنَ مِنَ الشُّهَدَاءِ أَنْ تَضِلَّ إِحْدَاهُمَا فَتُذَكِّرَ إِحْدَاهُمَا الْأُخْرَى وَلَا يَأْبَ الشُّهَدَاءُ إِذَا مَا دُعُوا وَلَا تَسْأَمُوا أَنْ تَكْتُبُوهُ صَغِيرًا أَوْ كَبِيرًا إِلَى أَجَلِهِ ذَلِكُمْ أَقْسَطُ عِنْدَ اللَّهِ وَأَقْوَمُ لِلشَّهَادَةِ وَأَدْنَى أَلَّا تَرْتَابُوا إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً حَاضِرَةً تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ تُدِيرُونَهَا بَيْنَكُمْ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَلَّا تَكْتُبُوهَا وَأَشْهِدُوا إِذَا تَبَايَعْتُمْ وَلَا يُضَارَّ كَاتِبٌ وَلَا شَهِيدٌ وَإِنْ تَفْعَلُوا فَإِنَّهُ فُسُوقٌ بِكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

”Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah mu`amalahmu itu), kecuali jika mu`amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.[TQS AL Baqarah (2):

Ketiga, dalam khazanah peradilan Islam, memang benar, negara berhak menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada orang yang melakukan tindakan mukhalafat. Pasalnya, negara (dalam hal ini seorang Khalifah dan orang yang diangkatnya) mempunyai hak untuk menetapkan aturan-aturan tertentu untuk mengatur urusan-urusan rakyat yang belum ditetapkan ketentuan dan tata cara pengaturannya oleh syariat; seperti urusan lalu lintas, pembangunan rumah, eksplorasi, dan lain sebagainya. Khalifah memiliki hak dan berwenang mengatur urusan-urusan semacam ini berdasarkan ijtihadnya. Aturan yang ditetapkan oleh khalifah atau qadliy dalam perkara-perkara semacam ini wajib ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat. Siapa saja yang melanggar ketetapan khalifah dalam urusan-urusan tersebut, maka ia telah terjatuh dalam tindakan mukhalafat dan berhak mendapatkan sanksi mukhalafat. Misalnya, seorang khalifah berhak menetapkan jarak halaman rumah dan jalan-jalan umum, dan melarang masyarakat untuk membangun atau menanam di sampingnya pada jarak sekian meter. Jika seseorang melanggar ketentuan tersebut, khalifah boleh memberi sanksi kepadanya dengan denda, cambuk, penjara, dan lain sebagainya.

Khalifah juga memiliki kewenangan untuk menetapkan takaran, timbangan, serta ukuran-ukuran khusus untuk pengaturan urusan jual beli dan perdagangan. Ia berhak untuk menjatuhkan sanksi bagi orang yang melanggar perintahnya dalam hal tersebut. Khalifah juga memiliki kewenangan untuk menetapkan aturan-aturan tertentu untuk kafe-kafe, hotel-hotel, tempat penyewaan permainan, dan tempat-tempat umum lainnya; dan ia berhak memberi sanksi bagi orang yang melanggar aturan-aturan tersebut.

Demikian juga dalam hal pengaturan urusan pernikahan. Khalifah boleh saja menetapkan aturan-aturan administrasi tertentu untuk mengatur urusan pernikahan; misalnya, aturan yang mengharuskan orang-orang yang menikah untuk mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan resmi negara, dan lain sebagainya. Aturan semacam ini wajib ditaati dan dilaksanakan oleh rakyat. Untuk itu, negara berhak memberikan sanksi bagi orang yang tidak mencatatkan pernikahannya ke lembaga pencatatan negara. Pasalnya, orang yang tidak mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan negara -- padahal negara telah menetapkan aturan tersebut—telah terjatuh pada tindakan mukhalafat. Bentuk dan kadar sanksi mukhalafat diserahkan sepenuhnya kepada khalifah dan orang yang diberinya kewenangan.

Yang menjadi catatan di sini adalah, pihak yang secara syar’iy absah menjatuhkan sanksi mukhalafat hanyalah seorang khalifah yang dibai’at oleh kaum Muslim, dan orang yang ditunjuk oleh khalifah. Selain khalifah, atau orang-orang yang ditunjuknya, tidak memiliki hak dan kewenangan untuk menjatuhkan sanksi mukhalafat. Atas dasar itu, kepala negara yang tidak memiliki aqad bai’at dengan rakyat, maka kepala negara semacam ini tidak absah menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada rakyatnya. Sebab, seseorang baru berhak ditaati dan dianggap sebagai kepala negara jika rakyat telah membai’atnya dengan bai’at in’iqad dan taat. Adapun orang yang menjadi kepala negara tanpa melalui proses bai’at dari rakyat (in’iqad dan taat), maka ia bukanlah penguasa yang sah, dan rakyat tidak memiliki kewajiban untuk mentaati dan mendengarkan perintahnya. Lebih-lebih lagi jika para penguasa itu adalah para penguasa yang menerapkan sistem kufur alas demokrasi dan sekulerisme, maka rakyat justru tidak diperkenankan memberikan ketaatan kepada mereka.

Keempat, jika pernikahan siri dilakukan karena faktor biaya; maka pada kasus semacam ini negara tidak boleh mempidanakan dan menjatuhkan sanksi mukhalafat kepada pelakunya. Pasalnya, orang tersebut tidak mencatatkan pernikahannya dikarenakan ketidakmampuannya; sedangkan syariat tidak membebani seseorang di luar batas kemampuannya. Oleh karena itu, Negara tidak boleh mempidanakan orang tersebut, bahkan wajib memberikan pelayanan pencatatan gratis kepada orang-orang yang tidak mampu mencatatkan pernikahannya di lembaga pencatatan Negara.

Kelima, pada dasarnya, Nabi saw telah mendorong umatnya untuk menyebarluaskan pernikahan dengan menyelenggarakan walimatul ‘ursy. Anjuran untuk melakukan walimah, walaupun tidak sampai berhukum wajib akan tetapi nabi sangat menganjurkan (sunnah muakkadah). Nabi saw bersabda;

حَدَّثَنَا أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ

“Adakah walimah walaupun dengan seekor kambing”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]

Banyak hal-hal positif yang dapat diraih seseorang dari penyiaran pernikahan; di antaranya adalah ; (1) untuk mencegah munculnya fitnah di tengah-tengah masyarakat; (2) memudahkan masyarakat untuk memberikan kesaksiannya, jika kelak ada persoalan-persoalan yang menyangkut kedua mempelai; (3) memudahkan untuk mengidentifikasi apakah seseorang sudah menikah atau belum.

Hal semacam ini tentunya berbeda dengan pernikahan yang tidak disiarkan, atau dirahasiakan (siri). Selain akan menyebabkan munculnya fitnah; misalnya jika perempuan yang dinikahi siri hamil, maka akan muncul dugaan-dugaan negatif dari masyarakat terhadap perempuan tersebut; pernikahan siri juga akan menyulitkan pelakunya ketika dimintai persaksian mengenai pernikahannya. Jika ia tidak memiliki dokumen resmi, maka dalam semua kasus yang membutuhkan persaksian, ia harus menghadirkan saksi-saksi pernikahan sirinya; dan hal ini tentunya akan sangat menyulitkan dirinya. Atas dasar itu, anjuran untuk mencatatkan pernikahan di lembaga pencatatan negara menjadi relevan, demi mewujudkan kemudahan-kemudahan bagi suami isteri dan masyarakat serta untuk mencegah adanya fitnah.

Bahaya Terselubung Surat Nikah

Walaupun pencatatan pernikahan bisa memberikan implikasi-implikasi positif bagi masyarakat, hanya saja keberadaan surat nikah acapkali juga membuka ruang bagi munculnya praktek-praktek menyimpang di tengah masyarakat. Lebih-lebih lagi, pengetahuan masyarakat tentang aturan-aturan Islam dalam hal pernikahan, talak, dan hukum-hukum ijtimaa’iy sangatlah rendah, bahwa mayoritas tidak mengetahui sama sekali. Diantara praktek-praktek menyimpang dengan mengatasnamakan surat nikah adalah;

Pertama, ada seorang suami mentalak isterinya sebanyak tiga kali, namun tidak melaporkan kasus perceraiannya kepada pengadilan agama, sehingga keduanya masih memegang surat nikah. Ketika terjadi sengketa waris atau anak, atau sengketa-sengketa lain, salah satu pihak mengklaim masih memiliki ikatan pernikahan yang sah, dengan menyodorkan bukti surat nikah. Padahal, keduanya secara syar’iy benar-benar sudah tidak lagi menjadi suami isteri.

Kedua, surat nikah kadang-kadang dijadikan alat untuk melegalkan perzinaan atau hubungan tidak syar’iy antara suami isteri yang sudah bercerai. Kasus ini terjadi ketika suami isteri telah bercerai, namun tidak melaporkan perceraiannya kepada pengadilan agama, sehingga masih memegang surat nikah. Ketika suami isteri itu merajut kembali hubungan suami isteri –padahal mereka sudah bercerai–, maka mereka akan terus merasa aman dengan perbuatan keji mereka dengan berlindung kepada surat nikah. Sewaktu-waktu jika ia tertangkap tangan sedang melakukan perbuatan keji, keduanya bisa berdalih bahwa mereka masih memiliki hubungan suami isteri dengan menunjukkan surat nikah.

Inilah beberapa bahaya terselubung di balik surat nikah. Oleh karena itu, penguasa tidak cukup menghimbau masyarakat untuk mencatatkan pernikahannya pada lembaga pencatatan sipil negara, akan tetapi juga berkewajiban mendidik masyarakat dengan hukum syariat –agar masyarakat semakin memahami hukum syariat–, dan mengawasi dengan ketat penggunaan dan peredaran surat nikah di tengah-tengah masyarakat, agar surat nikah tidak justru disalahgunakan.

Selain itu, penguasa juga harus memecahkan persoalan perceraian yang tidak dilaporkan di pengadilan agama, agar status hubungan suami isteri yang telah bercerai menjadi jelas. Wallahu a’lam bi al-shawab. (Syamsuddin Ramadhan An Nawiy).

Jumat, 12 Maret 2010

cara menggerakkan kursor tanpa mouse


Apa kalian sudah tau bagaimana caranya menggerakkan kursor tanpa mouse.disini saya akan berbagi ilmu tentang bagaimana caranya.bila sewaktu-waktu mouse computernya rusak kita sudah tau bagaimana caranya.gini caranya:

 Tekan tombol ALT (sebelah kiri) + Shift (sebelah kiri) + NumLock secara bersamaan. Cara ini akan memunculkan windows MouseKeys. Seperti gambar di bawah ini





 Selanjutnya klik tombol Settings, beri tanda centang pada pilihan Use MouseKeys.

Disini anda sudah bias menggarkkan kursor tanpa mose dengan bantuan keyboard.yaitu dengan angka 1,2,3,4,6,7,8,9, digunakan untuk menggerakkan kursor ke atas, bawah, samping kanan / kiri, dan ke arah diagonal. Sedangkan angka 5 berfungsi seperti tombol klik pada mouse. Untuk drag & drop gunakan kombinasi angka dengan tombol insert

Dan sekarang bias dipraktekan………………..

Kamis, 11 Maret 2010

dampak facebook



nah temen-teman tentu kalian gak asing lagi dengan yang namanya faceboo.facebook yaitu
tempat jejaring sosial atau tempat mencari teman atau tukar pengalaman dengan teman yang berada di dalam ataupun diluar negri...........
dengan facebook tak terbatas mau temanmu di amerika,surabaya,australia bahkan di seluruh dunia bisa kamu hubungi.tapi ingat "gunakanlah facebook sesuai dengan fungsinya,karen akhir-akhir ini banyak orang yang menggunakan facebook untuk berbuat kejahatan seperti:menculik orang,perdagan bayi,dan lain-lain".
jagalah dirimu teman-teman,jangan sampai kamu menjadi korban berikutnya..............
atau mungkin kamu belum punya akun facebook.buka aja facebook atu klik disini.dan isi formulir yang ada................
semoga ilmu ini bermanfaat bagi anda..............

Rabu, 10 Maret 2010

hukum menyambung rambut dan merebonding


nah teman-teman akhir-akhir ini ada fatwah yang menyatakan bahwa rambut dilarang untuk di rebonding.tentunya ini membuat resah,
khusunya bagi kaum wanita yang biasanya pergi kesalon untuk meluruskan rambut/rebondinr.Imam Bukhari meriwayatkan dari jalan Aisyah, Asma’, Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar dan Abu Hurairah sebagai berikut: “Rasulullah s.a.w. melaknat perempuan yang menyambung rambut atau minta disambungkan rambutnya.” Bagi laki-laki lebih diharamkan lagi, baik dia itu bekerja sebagai tukang menyambung seperti yang dikenal sekarang tukang rias ataupun dia minta disambungkan rambutnya, jenis perempuan-perempuan wadam (laki-laki banci) seperti sekarang ini. Persoalan ini oleh Rasulullah s.a.w, diperkeras sekali dan digiatkan untuk memberantasnya. Sampai pun terhadap perempuan yang rambutnya gugur karena sakit misalnya, atau perempuan yang hendak menjadi pengantin untuk bermalam pertama dengan suaminya, tetap tidak boleh rambutnya itu disambung. Aisyah meriwayatkan: “Seorang perempuan Anshar telah kawin, dan sesungguhnya dia sakit sehingga gugurlah rambutnya, kemudian keluarganya bermaksud untuk menyambung rambutnya, tetapi sebelumnya mereka bertanya dulu kepada Nabi, maka jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambung rambutnya.” (Riwayat Bukhari) Asma’ juga pernah meriwayatkan: “Ada seorang perempuan bertanya kepada Nabi s.a.w.: Ya Rasulullah, sesungguhnya anak saya terkena suatu penyakit sehingga gugurlah rambutnya, dan saya akan kawinkan dia apakah boleh saya sambung rambutnya? Jawab Nabi: Allah melaknat perempuan yang menyambung rambut dan yang minta disambungkan rambutnya.” (Riwayat Bukhari) Said bin al-Musayib meriwayatkan: “Muawiyah datang ke Madinah dan ini merupakan kedatangannya yang paling akhir di Madinah, kemudian ia bercakap-cakap dengan kami. Lantas Muawiyah mengeluarkan satu ikat rambut dan ia berkata: Saya tidak pernah melihat seorangpun yang mengerjakan seperti ini kecuali orang-orang Yahudi, dimana Rasulullah s.a.w. sendiri menamakan ini suatu dosa yakni perempuan yang menyambung rambut (adalah dosa).” Dalam satu riwayat dikatakan, bahwa Muawiyah berkata kepada penduduk Madinah: “Di mana ulama-ulamamu? Saya pernah mendengar sendiri Rasulullah s.a.w. bersabda: Sungguh Bani Israel rusak karena perempuan-perempuannya memakai ini (cemara).” (Riwayat Bukhari) Rasulullah menamakan perbuatan ini zuur (dosa) berarti memberikan suatu isyarat akan hikmah diharamkannya hal tersebut. Sebab hal ini tak ubahnya dengan suatu penipuan, memalsu dan mengelabui. Sedang Islam benci sekali terhadap perbuatan menipu; dan samasekali antipati terhadap orang yang menipu dalam seluruh lapangan muamalah, baik yang menyangkut masalah material ataupun moral. Kata Rasulullah s.a.w.: “Barangsiapa menipu kami, bukanlah dari golongan kami.” (Riwayat Jamaah sahabat) Al-Khaththabi berkata: Adanya ancaman yang begitu keras dalam persoalan-persoalan ini, karena di dalamnya terkandung suatu penipuan. Oleh karena itu seandainya berhias seperti itu dibolehkan, niscaya cukup sebagai jembatan untuk bolehnya berbuat bermacam-macam penipuan. Di samping itu memang ada unsur perombakan terhadap ciptaan Allah. Ini sesuai dengan isyarat hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud yang mengatakan “… perempuan-perempuan yang merombak ciptaan Allah.” Yang dimaksud oleh hadis-hadis tersebut di atas, yaitu menyambung rambut dengan rambut, baik rambut yang dimaksud itu rambut asli ataupun imitasi. Dan ini pulalah yang dimaksud dengan memalsu dan mengelabui. Adapun kalau dia sambung dengan kain atau benang dan sabagainya, tidak masuk dalam larangan ini. Dan dalam hal inf Said bin Jabir pernah mengatakan: “Tidak mengapa kamu memakai benang.” Yang dimaksud [tulisan Arab] di sini ialah benang sutera atau wool yang biasa dipakai untuk menganyam rambut (jw. kelabang), dimana perempuan selalu memakainya untuk menyambung rambut. Tentang kebolehan memakai benang ini telah dikatakan juga oleh Imam Ahmad. artikel di kutip dari sini http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal/20210.html
adapun hukum rebonding ituhampir sama dengan meluruskan rambut…dalam surat An Nissa ayat 119 yang artinya ;
119. Dan aku benar-benar akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka dan menyuruh mereka (memotong telinga-telinga binatang ternak), lalu mereka benar-benar memotongnya[351], dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu benar-benar mereka meubahnya[352]“. Barangsiapa yang menjadikan syaitan menjadi pelindung selain Allah, Maka Sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata.

nah teman-teman untuk itu marilah kita sebagai hamba Allah swt.handaknya selalu mentaati apa yang menjadi firmannya..................
dan jangan sampai kita termakan oleh rayua-rayuan syetan yang akan menyesatkan kita..

Rabu, 03 Maret 2010

isaac newton


hay teman-teman tetunya andatak asing lagi mendengay kata issc newton,yang terkenal karene hukun newton.
Sir Isaac Newton FRS (lahir di Woolsthorpe-by-Colsterworth, Lincolnshire, 4 Januari 1643 – meninggal 31 Maret 1727 pada umur 84 tahun; KJ: 25 Desember 1642 – 20 Maret 1727) adalah seorang fisikawan, matematikawan, ahli astronomi, filsuf alam, alkimiwan, dan teolog yang berasal dari Inggris. Ia merupakan pengikut aliran heliosentris dan ilmuwan yang sangat berpengaruh sepanjang sejarah, bahkan dikatakan sebagai bapak ilmu fisika klasik. Karya bukunya Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica yang diterbitkan pada tahun 1687 dianggap sebagai buku paling berpengaruh sepanjang sejarah sains. Buku ini meletakkan dasar-dasar mekanika klasik. Dalam karyanya ini, Newton menjabarkan hukum gravitasi dan tiga hukum gerak yang mendominasi pandangan sains mengenai alam semesta selama tiga abad. Newton berhasil menunjukkan bahwa gerak benda di Bumi dan benda-benda luar angkasa lainnya diatur oleh sekumpulan hukum-hukum alam yang sama. Ia membuktikannya dengan menunjukkan konsistensi antara hukum gerak planet Kepler dengan teori gravitasinya. Karyanya ini akhirnya menyirnakan keraguan para ilmuwan akan heliosentrisme dan memajukan revolusi ilmiah.

Dalam bidang mekanika, Newton mencetuskan adanya prinsip kekekalan momentum dan momentum sudut. Dalam bidang optika, ia berhasil membangun teleskop refleksi yang pertama dan mengembangkan teori warna berdasarkan pengamatan bahwa sebuah kaca prisma akan membagi cahaya putih menjadi warna-warna lainnya. Ia juga merumuskan hukum pendinginan dan mempelajari kecepatan suara.

Dalam bidang matematika pula, bersama dengan karya Gottfried Leibniz yang dilakukan secara terpisah, Newton mengembangkan kalkulus diferensial dan kalkulus integral. Ia juga berhasil menjabarkan teori binomial, mengembangkan "metode Newton" untuk melakukan pendekatan terhadap nilai nol suatu fungsi, dan berkontribusi terhadap kajian deret pangkat.

Sampai sekarang pun Newton masih sangat berpengaruh di kalangan ilmuwan. Sebuah survei tahun 2005 yang menanyai para ilmuwan dan masyarakat umum di Royal Society mengenai siapakah yang memberikan kontribusi lebih besar dalam sains, apakah Newton atau Albert Einstein, menunjukkan bahwa Newton dianggap memberikan kontribusi yang lebih besar.